Kamis, 18 Juni 2009

PAJAK PENGHASILAN ATAS ROYALTY PADA KARYA SINEMATOGRAFI

Industri kreatif di Indonesia berkembang pesat pada beberapa tahun belakangan ini. Kreativitas, originalitas, kualitas, dan juga harga yang bersaing menjadi isu penting untuk mengembangkan industri ini lebih maju lagi. Pelaku industri harus senantiasa inovatif dan jeli melihat peluang usaha. Warna persaingan tidak melulu dari dalam negeri saja, seiring dengan semakin meluasnya penggunaan teknologi informasi dari internet persaingan global menjadi ancaman serius jika pelaku industri kehilangan semangat juang, kreativitas, sehingga ditinggalkan oleh pelanggannya. Apalagi pilihan produk semakin beraneka ragam, pembajakan produk dengan tingkat kemiripan tinggi serta pencurian ide mudah dilakukan.

Sinematografi, memadukan unsur seni melalui media gambar yang bergerak. Industri kreatif ini berkembang pesat seiring pertumbuhan industri pertelevisian dan perfilman. Jika dulu TVRI merupakan satu satunya televisi di indonesia, sekarang pilihan lebih banyak ada televisi nasional, local dan TV kabel. Perfilman indonesia pernah mati suri, tapi sekarang kebangkitannya ditandai dengan munculnya sejumlah sineas muda dengan karya-karyanya. Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta, Perempuan Berkalung Sorban hanya sebagian kecil dari film-film yang pernah dibuat dan ditayangkan di bioskop seluruh Indonesia.Karya sinematografi ini cukup beragam seperti film dokumenter, film iklan, reportase, film cerita, film kartun dan sinetron atau sinema elektronik.

Pemerintah mengeluarkan peraturan baru terkait perlakukan pajak penghasilan atas royalty pada karya sinematografi yaitu peraturan dirjen pajak no. PER 33/PJ/2009 dan diperjelas dengan surat edaran SE no. 58/PJ/2009.

Jumlah Royalty yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan adalah sebesar seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta jika terjadi pemberian hak cipta sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan dan atau memperbanyak karyanya dengan jangka waktu dan wilayah tertentu.Sedangkan jika dilakukan dengan sistem bagi hasil antara pengusaha bioskop dan pemegang hak cipta, dasar pengenaan pajak penghasilannya adalah 10%.

Adapun besarnya pajak penghasilan atas royalty adalah
15% dari jumlah bruto atas royalty, sebagaimana yang dimaksud dalam pasar 23 Undang-undak pajak penghasilan.
20% dari jumlah bruto atas royalty, sebagaimana yang dimaksud dalam pasar 26 Undang-undak pajak penghasilan atau menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam perjanjian penghindaran pajak berganda yang terkait.

Tidak ada komentar: