Senin, 22 Juni 2009

Jurnal Akuntansi Lesse menurut PSAK 30 ttg Sewa

AKUNTANSI UNTUK LESSEE
Sistem Leasing ada 2 yaitu financing/capital lease dan operating lease. Perlakuan akuntansi untuk kedua sistem ini berbeda. Kita akan bahas keduanya:
1. Operating Lease
Pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus
(straight-line basis) selama masa sewa kecuali terdapat dasar sistematis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati pengguna.


Dalam sewa operasi, pembayaran sewa (tidak termasuk biaya jasa seperti biaya asuransi.dan pemeliharaan) diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus kecuali terdapat dasar sistematis lain yang lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat yang dinikmati pengguna, walaupun pembayaran dilakukan tidak atas dasar tersebut.

Pada leasing tipe ini, tidak terjadi transfer kepemilikan aset dan hanya dianggap menyewa saja sehingga pembayarannya langsung dibebankan pada laporan keuangan. Menurut prinsip dasar akuntansi bahwa,

Asset = Liability + Equity (RE beginning + Net Income – RE ending)
RE = Retained Earnings

Pada saat pembayaran leasing tersebut akan berpengaruh sbb
Dr. Rent Expense
Cr. Cash

Kas merupakan aset, karena ada pembayaran kas jadi berkurang, beban sewa langsung berpengaruh terhadap net income sehingga mengurangi pendapatan dan akibatnya mengurangi equity (modal).

-cash = 0 liabilities - rent exp

Selain mengungkapkan hal yang dipersyaratkan dalam PSAK 50, lessee juga harus
mengungkapkan hal berikut untuk sewa operasi:


(a) total pembayaran sewa minimum di masa depan dalam sewa operasi yang tidak dapat dibatalkan untuk setiap periode berikut:
(i) sampai dengan satu tahun;
(ii) lebih dari satu tahun sampai lima tahun;
(iii) lebih dari lima tahun.

(b) total pembayaran sewa-lanjut minimum masa depan, yang dihitung pada tanggal neraca, yang diperkirakan akan diterima dalam kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat dibatalkan.

(c) pembayaran sewa dan sewa-lanjut yang diakui sebagai beban periode berjalan, dengan
pengungkapan terpisah untuk masing-masing jumlah pembayaran minimum sewa, sewa kontinjen, dan pembayaran sewa-lanjut;

(d) deskripsi umum perjanjian sewa lessee yang signifikan, yang meliputi, namun tidak terbataspada:
(i) dasar penentuan utang rental kontinjen;
(ii) eksistensi dan persyaratan untuk memperbarui kembali perjanjian sewa atau adanya opsi pembelian dan klausul eskalasi; dan pembatasan yang ada dalam perjanjian sewa, seperti pembatasan dividen, utang tambahan, dan sewa lanjutan.


2. Capital Lease/Financing Lease

Pengakuan Awal

Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban
dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak.


Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam sewa, jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak,digunakan tingkat suku bunga pinjaman inkremental lessee. Biaya langsung awal yang dikeluarkan lessee ditambahkan ke dalam jumlah yang diakui sebagai aset.

Biaya langsung awal (initial direct costs) adalah biaya-biaya tambahan (inkremental) yang terjadi yang dapat diatribusikan secara langsung dengan negosiasi dan pengaturan sewa, kecuali biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lessor pabrikan atau lessor dealer.

Tingkat bunga pinjaman inkremental lessee (lessee’s incremental borrowing rate of interest)
adalah tingkat bunga yang harus dibayar lessee dalam sewa yang serupa atau, jika tingkat bunga tersebut tidak dapat ditentukan, tingkat bunga yang pada awal sewa yang harus ditanggung oleh lessee ketika meminjam dana yang diperlukan untuk membeli aset tersebut yang mana pinjaman ini mencakup periode dan jaminan yang serupa.

Pada saat pengakuan awal, kita mengakui aset dan kewajibannya, yaitu
Leased asset = Leased liabilities

sehingga jurnalnya bisa dicatat sbb:
Dr. Leased Asset
Cr. Leased Liabilities

Pengukuran setelah Pengakuan Awal

Pembayaran sewa minimum harus dipisahkan antara bagian yang merupakan beban
keuangan dan bagian yang merupakan pelunasan kewajiban
. Beban keuangan harus dialokasikan ke setiap periode selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu tingkat suku bunga periodik yang konstan atas saldo kewajiban. Rental kontinjen dibebankan pada periode terjadinya.

Jurnal yang dicatat adalah:
Dr. Lease liability
Interest Expense
Cr. Cash

Perhitungan antara pembayaran dan pokoknya harus konstan dari awal periode pembebanan sampai dengan saat pelunasan.

Suatu sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk aset yang dapat
disusutkan dan beban keuangan dalam setiap periode akuntansi
. Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan harus konsisten dengan aset yang dimiliki sendiri, dan penghitungan penyusutan yang diakui harus berdasarkan PSAK 16 (Revisi 2007): Aset Tetap dan PSAK 19: Aktiva Tidak Berwujud. Jika tidak ada kepastian yang memadai (reasonable certainty) bahwa lessee akan mendapatkan hak kepernilikan pada akhir masa sewa, aset sewaan harus disusutkan secara penuh selama jangka waktu yang lebih pendek antara periode masa sewa dan umur manfaatnya.

Adanya pengakuan asset sehingga harus disusutkan sesuai dengan periode tertentu, shg ada
pencatatan jurnal sbb :

Dr. Depreciation Expense
Cr. Accumulated Depreciation Expense

Setelah pembayaran dilakukan menimbulkan efek seperti di bawah ini:

Cash + Leased Property – acc depreciation = lease liabilities + RE
-PP -depr -(PP-interest exp) -interest exp/-depr.exp

PP = Periodic Leased Payment
Interest exp = beginning leased liability * r%, beginning leased liability = where present value of remaining payment at r%
Pembayaran yang dilakukan untuk membayar pokok dan bunganya sehingga mengurangi kas perusahaan. Karena adanya transfer kepemilikan sehingga lessee harus mengakui asetnya sebesar nilai buku. Adapun nilai buku merupakan selisih antara nilai perolehan asset dengan akumulasi penyusutan

Selain harus memenuhi ketentuan PSAK 50 (Revisi 2006): Instrumen Keuangan:
Penyajian dan Pengungkapan, lessee juga harus mengungkapkan hal-hal berikut yang berkaitan dengan sewa pembiayaan:

(a) jumlah neto nilai tercatat untuk setiap kelompok aset pada tanggal neraca;
(b) rekonsiliasi antara total pembayaran sewa minimum di masa depan pada tanggal neraca,
dengan nilai kininya. Selain itu, entitas harus mengungkapkan total pembayaran sewa
minimum di masa depan pada tanggal neraca, dan nilai kininya, untuk setiap periode berikut:
(i) sampai dengan satu tahun;
(ii) lebih dari satu tahun sampai lima tahun;
(iii) lebih dari lima tahun;
(c) rental kontinjen yang diakui sebagai beban pada periode tersebut;
(d) total perkiraan penerimaan pembayaran minimum sewa-lanjut di masa depan dari kontrak
sewa-lanjut yang tidak dapat dibatalkan (non-cancellable sub-leases) pada tanggal neraca.
(e) penjelasan umum isi perjanjian sewa yang material, yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada,hal berikut:
(i) dasar penentuan utang rental kontinjen;
(ii) ada tidaknya klausul-klausul yang berkaitan dengan opsi perpanjangan atau pembelian dan eskalasi beserta syarat-syaratnya; dan
(iii) pembatasan-pembatasan yang ditetapkan dalam perjanjian sewa, misalnya yang terkait dengan dividen, tambahan utang, dan sewa-lanjut.

Jumat, 19 Juni 2009

DASAR-DASAR LEASING (SEWA GUNA USAHA)

A. Pengertian

Sewa (lease), menuruk PSAK 30 ttg sewa adala suatu perjanjian dimana lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor
Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

B. Jenis-Jenis Leasing
Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease/capital lease) apabila memenuhi semua kriteria berikut :
a. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.
b. Masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya :- 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I,- 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, - 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan.
c. Perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) apabila memenuhi semua kriteria berikut :a. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor.b. Perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa-guna-usaha dapat dilaksanakan sebagai berikut :
a. Sewa-guna-usaha Langsung (Direct Lease).
Dalam transaksi ini lessee belum pernah memiliki barang modal yang menjadi obyek sewa-guna-usaha, sehingga atas permintaannya lessor membeli barang modal tersebut.

b. Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and Lease Back).
Dalam transaksi ini lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimilikinya kepada lessor dan atas barang modal yang sama kemudian dilakukan kontrak sewa-guna-usaha antara lessee (pemilik semula) dengan lessor (pembeli barang modal tersebut).

Sewa-Guna-Usaha Sindikasi (Syndicated Lease)
Yaitu beberapa perusahaan sewa-guna-usaha secara bersama melakukan transaksi sewa-guna-usaha dengan satu lessee. Dalam hal ini salah satu perusahaan sewa-guna-usaha akan bertindak sebagai koordinator, sehingga lessee cukup berkomunikasi dengan koordinator ini.

C. Lessor VS Lessee

Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa-guna-usaha. Lessor hanya diperkenankan memberikan pembiayaan barang modal kepada lessee yang telah memiliki NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.Lessor wajib menempelkan plakat atau etiket pada barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan mencantumkan nama dan alamat lessor serta pernyataan bahwa barang modal dimaksud terikat dalam perjanjian sewa-guna-usaha. Plakat atau etiket ini harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dengan mudah barang modal tersebut dapat dibedakan dari barang modal lainnya yang pengadaannya tidak dilakukan secara sewa-guna-usaha. Selama masa sewa-guna-usaha, lessee bertanggung jawab untuk memelihara agar plakat atau etiket ini tetap melekat pada barang modal yang disewa-guna-usaha.

Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari lessor.Lessee dilarang menyewa-guna-usahakan kembali barang modal yang disewa-guna-usaha kepada pihak lain, kecuali Lessee yang memang bergerak di bidang usaha persewaan.Dalam hal lessee memilih untuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha, maka nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usahakan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan piutang sewa-guna-usaha.Pada saat berakhirnya masa sewa-guna-usaha dari transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi, lessee dapat melaksanakan opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan masa sewa-guna-usaha. Dalam hal lessee menggunakan hak opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal. Opsi untuk membeli dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha.

Kamis, 18 Juni 2009

PAJAK PENGHASILAN ATAS ROYALTY PADA KARYA SINEMATOGRAFI

Industri kreatif di Indonesia berkembang pesat pada beberapa tahun belakangan ini. Kreativitas, originalitas, kualitas, dan juga harga yang bersaing menjadi isu penting untuk mengembangkan industri ini lebih maju lagi. Pelaku industri harus senantiasa inovatif dan jeli melihat peluang usaha. Warna persaingan tidak melulu dari dalam negeri saja, seiring dengan semakin meluasnya penggunaan teknologi informasi dari internet persaingan global menjadi ancaman serius jika pelaku industri kehilangan semangat juang, kreativitas, sehingga ditinggalkan oleh pelanggannya. Apalagi pilihan produk semakin beraneka ragam, pembajakan produk dengan tingkat kemiripan tinggi serta pencurian ide mudah dilakukan.

Sinematografi, memadukan unsur seni melalui media gambar yang bergerak. Industri kreatif ini berkembang pesat seiring pertumbuhan industri pertelevisian dan perfilman. Jika dulu TVRI merupakan satu satunya televisi di indonesia, sekarang pilihan lebih banyak ada televisi nasional, local dan TV kabel. Perfilman indonesia pernah mati suri, tapi sekarang kebangkitannya ditandai dengan munculnya sejumlah sineas muda dengan karya-karyanya. Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta, Perempuan Berkalung Sorban hanya sebagian kecil dari film-film yang pernah dibuat dan ditayangkan di bioskop seluruh Indonesia.Karya sinematografi ini cukup beragam seperti film dokumenter, film iklan, reportase, film cerita, film kartun dan sinetron atau sinema elektronik.

Pemerintah mengeluarkan peraturan baru terkait perlakukan pajak penghasilan atas royalty pada karya sinematografi yaitu peraturan dirjen pajak no. PER 33/PJ/2009 dan diperjelas dengan surat edaran SE no. 58/PJ/2009.

Jumlah Royalty yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan adalah sebesar seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta jika terjadi pemberian hak cipta sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan dan atau memperbanyak karyanya dengan jangka waktu dan wilayah tertentu.Sedangkan jika dilakukan dengan sistem bagi hasil antara pengusaha bioskop dan pemegang hak cipta, dasar pengenaan pajak penghasilannya adalah 10%.

Adapun besarnya pajak penghasilan atas royalty adalah
15% dari jumlah bruto atas royalty, sebagaimana yang dimaksud dalam pasar 23 Undang-undak pajak penghasilan.
20% dari jumlah bruto atas royalty, sebagaimana yang dimaksud dalam pasar 26 Undang-undak pajak penghasilan atau menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam perjanjian penghindaran pajak berganda yang terkait.

Rabu, 03 Juni 2009

Hasil Perhitungan Stock Opname Berbeda dengan Catatan di database

Stok Opname adalah penghitungan fisik barang yang ada di gudang maupun di display. Lazimnya dilakukan sebulan sekali, namun bisa juga beberapa bulan sekali atau malah hanya setahun sekali. Hal ini disesuaikan dengan kebijaksanaan perusahaan, karakteristik industri, risiko maupun jenis barangnya sendiri. Perusahaan seperti supermarket yang memiliki banyak jenis barang baik milik sendiri maupun barang konsinyasi tentunya harus lebih berhati-hati dalam mengelola stock. Risiko barang kadaluarsa, rusak, maupun hilang relatif tinggi.

Walaupun perusahaan punya catatan barang yang masuk dan keluar, tidak ada jaminan barang yang ada di gudang sama dalam hal jumlah, jenis dan kualitas. Hanya percaya pada catatan?. Itu pilihan yang beresiko.

Apapun sistem pencatatan perusahaan, baik menggunakan system perpetual inventory atau periodik, pasti akan menemukan varian antara kuantiti pada stok dan pada database.

Varian ini akan terjadi disebabkan beberapa hal, umumnya karena adanya penambahan atau pengurangan inventory tanpa adanya catatan perubahan tsb. Untuk itu perlu dilakukan rekonsiliasi, caranya ???????????????????????????

1. Periksa barang yang nilainya kecil. Kecil-kecil cabe rawit, sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit. Pepatah tsb benar adanya dalam menggambarkan bahwa kadang hal-hal kecil jika tidak mendapat perhatian akan berdampak besar. Sebagian besar ketidakakuratan berasal dari sejumlah besar barang yang kecil dan murah.


2.Hitung ulang jika varians nya nilainya besar. Mungkin ada kesalahan hitung. Jika hal tsb tidak memecahkan masalah, coba hitung ulang barang lain sebab mungkin saja kesalahannya ada pada barang lain yang nampak mirip.


3. Cek indentitas produk, cek part number pada database yang nampak bermasalah. Bisa jadi barang tsb hilang, salah pelabelan, atau kode salah sehingga beda dengan yang kita cari.


4.Cek kepemilikan barang, kemungkinan ada barang konsinyasi yang berharga mahal dan bukan merupakan barang perusahaaa.

5.Cek bukti penerimaan,jika ada yang berpikir stock kita kok rendah, mungkin jawabannya mudah karena barang tsb tidak pernah diterima, purchasing bisa saja mencatat penerimaan tetapi barang tidak pernah dikirimkan oleh supplier. Telusuri lagi bukti penerimaan dari awal proses.


6.Telusuri catatan harga barang, seringkali produk digunakan untuk proses produksi tapi tidak pernah dikeluarkan dari sistem data base atau bisa jadi barang tsb belum dibayar


7.Jika semua langkah diatas telah dilakukan dan masih menunjukkan adanya varian ?, Relax aja, manusia memang tidak lepas dari kesalahan. So, terima saja tapi tetap harus varians (perbedaan) tersebut dicatat. Varians yang terjadi berulang-ulang menunjukkan suatu pola dan masalah yang sebenarnya terjadi.